Kamis, 29 April 2010

Mengapa organisasi sangat membutuhkan Lean

- Apa untungnya Lean, mengapa perlu Lean?
- Kenapa tidak semua perusahaan tidak implement Lean, apa kesulitan dan cara mengatasinya?
- Apa faktor sukses implementasi Lean di Indonesia, dan langkah awal implementasinya?

Permasalahan umum di setiap perusahaan

Sekarang ini banyak pemimpin perusahaan mengalami kesulitan dalam merubah budaya organisasinya, tepatnya budaya karyawannya. Para pemimpin perusahaan dituntut untuk mampu meningkatkan produktivitas, membuat karyawan di shopfloor lebih disiplin dalam bekerja, menurunkan biaya produksi, sampai tujuan akhirnya adalah meningkatkan keuntungan perusahaan.

Keinginan merubah budaya organisasi menjadi hal yang sangat diinginkan karena manusia adalah asset utama keberhasilan dari perusahaan untuk mencapai produktifitas tinggi. Lebih dari 50% permasalahan effisiensi dan produktivitas perusahaan berada di karyawan shopfloor sebagai ujung tombak operational perusahaan. Pernahkah anda mengalami masalah seperti ini dalam kegiatan operational sehari-hari:
- Karyawan yang tidak peduli dengan kondisi tempat kerja
- karyawan yang tidak disiplin dalam waktu
- tidak peduli terhadap permasalahan di area kerja
- tidak mau melakukan perbaikan di tempat kerjanya
- tidak mengungkapkan masalah yang ada di area kerjanya
- tidak berusaha mencari solusi sendiri terhadap permasalahan di area kerja masing-masing
- terlalu tergantung kepada atasan untuk mengambil inisiatif perbaikan dan pengambilan keputusan di tempat kerja
- tidak cepat tanggap jika terjadi masalah dalam kualitas produk
- tidak peduli dengan mesin yang sudah mulai menunjukkan ketidaknormalan dan kerusakan
- selalu berusaha menimpakan kesalahan ke orang lain
- tidak peka terhadap scrap dan biaya produksi dari perusahaan
- tidak ada komunikasi dan koordinasi antar bagian
- tidak ada motivasi dalam melakukan perbaikan
- terlihat sangat sibuk dalam pekerjaan tapi tidak paham terhadap target yang menjadi tanggungjawabnya, dan sebagainya.

Bayangkan kalo masalah-masalah tersebut terjadi pada banyak orang di perusahaan dan masalah tersebut menumpuk selama bertahun-tahun. Maka akan sangat besar kerugian yang ditanggung oleh perusahaan karena budaya perusahaan seperti ini. Meskipun pemimpin perusahaan berusaha berulang-ulang memarahi tindakan karyawan diatas, tapi bawahan masih terus mengulangi tindakan yang sama.

Bagaimana mengatasi masalah-masalah diatas?

Lean telah berhasil di banyak perusahaan dalam merubah budaya organisasi. Kehebatan Lean ini telah dibuktikan oleh berbagai macam industry, baik untuk industry otomotif, industry electronics, packaging, semiconductor, food industry, bahkan sampai di industry perbankan, telekomunikasi, dan perhotelan. Tidak hanya terbatas di perusahaan Jepang, tetapi perusahaan di US, Eropa, dan Asia telah mengambil keuntungan yang sangat besar dengan menerapkan Lean. Konsep Lean menggabungkan antara merubah mindset people dan merubah lingkungan kerja. Dari sisi people, ditanamkan value tentang bagaimana untuk bekerja dengan benar dan effisien dalam rangka menghilangkan waste (aktifitas yang tidak memberi nilai tambah), sehingga setiap orang memiliki persepsi yang sama tentang pola pikir yang berorientasi pada effisiensi. Mindset dalam Lean dikenal dengan slogan: Go to Zero. Yaitu zero defect, zero rework, zero downtime, zero stoppages, zero shortage, zero movement, zero motion, zero transportation, zero accident, dan lainnya. Dengan persepsi dan mindset yang sama maka cara berpikir, cara bertindak, dan cara bersikap seseorang akan mengikuti pola pikir tersebut. Dan yang terpenting, nilai lebih dari Lean dalam merubah budaya organisasi bukan hanya mencoba mengubah mindset people saja, karena meskipun cara berpikir sudah benar tapi kalau lingkungan tidak mendukung, maka tindakan yang terlihat akan menyimpang dari mindset yang ditanamkan. Lingkungan tempat kerja yang mendukung memungkinkan orang untuk terus berjalan mengikuti rel-rel yang sudah dibuat. Membuat orang mudah melihat jika ada tidak ada disiplin dalam penempatan barang, mudah dalam melihat adanya masalah, mudah dalam melihat gap dalam pencapaian performance di scoreboard, mudah dalam mengenali abnormality dari mesin, mudah dalam mengenali kondisi bermasalah dalam proses, mudah dalam mencari segala sesuatu, mudah mendapatkan bantuan saat menemui masalah, mudah dalam pengambilan keputusan untuk melakukan perbaikan di tempat kerja, serta mudah dan nyaman dalam bekerja. Dengan dua perubahan mendasar baik dari sisi mindset orang dan lingkungan kerja, maka efek terhadap perubahan organisasi yang lebih baik dan disiplin akan lebih terjaga dan berkelanjutan. Lean juga merangsang lahirnya budaya improvement, dan setiap orang berkewajiban dalam menghentikan proses, jika menemukan masalah yang berdampak pada kualitas produk. Supervisor akan memiliki budaya untuk membantu memecahkan masalah bersama dengan berprinsip pada analisa 5 kenapa (mencari akar masalah) bukan pada 5 siapa (mencari salah siapa).

Apa manfaat organisasi yang mengimplementasikan Lean?

Manfaat yang dicapai oleh implementasi Lean sangat besar. Lean bertujuan untuk menciptakan efisiensi di segala lini. Proses produksi yang sangat cepat, kualitas produk yang lebih baik, jumlah scrap yang menurun, produksi yang lebih fleksibel dalam meresponse order, setup mesin yang lebih cepat, jumlah downtime mesin yang lebih sedikit, biaya produksi yang lebih rendah, biaya maintenance yang lebih rendah, inventory yang rendah, working capital lebih minim, standard kerja yang sama untuk semua operator, operator yang memiliki kompetensi multi skill, karyawan yang lebih bersemangat dalam bekerja, meningkatkan kepuasan bekerja, serta lingkungan kerja yang lebih bersih, tertata rapi, aman dan nyaman. Perusahaan yang menerapkan Lean memiliki karakter siap untuk di visit atau di audit customer kapanpun karena setiap harinya perusahaan tersebut sudah terbiasa selalu dalam keadaan bersih dan rapi, karena ini termasuk bagian dari budaya organisasi.

Melihat manfaat Lean yang sedemikian dahsyat, mengapa belum semua perusahaan menerapkan Lean? Apa kesulitannya?

Banyaknya perusahaan yang belum menerapkan Lean timbul karena berbagai alasan, ada yang tidak menerapkan karena belum mengerti apa itu Lean dan manfaatnya, ada yang sudah mengerti tapi tidak tahu harus mulai dari mana, ada yang tidak tahu metoda apa yang harus dipakai, ada yang tidak paham bagaimana melakukan deployment Lean yang benar, ada yang tidak tahu urutan dalam penerapannya, dan ada juga yang berpikir skeptis mengenai manfaat dari implementasi Lean karena dianggap ini sebagai budaya perusahaan Jepang, dan berbagai macam alasan lainnya. Tapi kalo mengingat manfaatnya yang sedemikian besar, maka berbagai hambatan apapun harus diatasi karena meningkatnya biaya produksi, kompetisi pasar yang sangat ekstrim, dan juga tuntutan dari stakeholder, membuat program implementasi Lean menjadi keharusan organisasi untuk diterapkan.

Mungkin ada beberapa orang di perusahaan yang mendengar Lean hanya sepotong-potong. Ada yang mengira Lean hanya 5S saja, hanya Just in Time saja, hanya Autonomous Maintenance saja, hanya Kaizen saja, dan lain sebagainya. Persepsi ini yang perlu diubah. Karena implementasi Lean adalah perubahan yang total dan menyeluruh, bukan hanya ke lingkungan tempat kerja, bukan hanya ke mesin, bukan hanya maintenance, bukan hanya multiskill, bukan hanya mengurangi biaya scrap, tapi benar-benar keseluruhan organisasi. Perubahan mindset secara dramatis baik dari top management sampai ke shopfloor. Berubah total dalam hal mindset dan kebiasaan dalam melakukan perbaikan terus-menerus (Kaizen).

Apa faktor sukses implementasi Lean di perusahaan2 Indonesia?

Ada dua faktor kunci untuk melakukan perubahan yang sukses dalam mengimplementasikan Lean di organisasi manapun. Yang pertama dan yang paling penting tentu saja adalah top management komitmen. Komitmen dalam menyediakan resources, komitmen dalam memonitor implementasi Lean ditiap fase roadmapnya, komitmen dalam memandang Lean sebagai prioritas utama perusahaan, komitmen dalam memonitor penerapan di lapangan, dan menegakkan disiplin lean di lapangan. Yang kedua dan yang tak kalah penting adalah methoda. Terkadang beberapa perusahaan menerapkan tools Lean yang sepotong-sepotong (bukan pendekatan holistik) sehingga hasilnya tidak sustainable. Ada yang sekedar menerapkan 5S saja, ada yang SMED saja, ada yang problem solving tools saja, dan lain sebagainya... karena sifatnya dangkal maka biasanya tidak sustainable. Adalah lebih baik untuk menerapkan di area yang lebih terbatas tapi penerapannya sangat dalam. Karena tujuan utama lean bukan hanya ke hasil tapi juga perubahan budaya organisasi.

Bagaimana budaya perusahaan yang sudah mengimplementasikan Lean?

Berikut adalah ciri-ciri perusahaan yang sudah mengimplementasikan Lean:
Pertama adalah budaya bersih. Perusahaan yang menerapkan Lean akan terlihat selalu bersih, rapi, area kerja yang nyaman, membersihkan area kerja sebelum pulang dan meninggalkannya dalam keadaan bersih dan rapi, kondisi mesin juga dalam keadaan terawat, dan hal ini tidak terbatas di area produksi tetapi juga non produksi, seperti maintenance workshop, area warehouse, dan juga area office.

Yang kedua adalah budaya kaizen atau perbaikan terus-menerus. Orang yang berada di area kerja akan secara aktif mengidentifikasi masalah di area kerja dan melakukan perbaikan. Hal yang unik adalah terkadang karyawan sudah mengetahui masalah ditempat kerjanya dan problem ini dihadapi sehari-hari, bahkan mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut dan solusi terhadap masalah tersebut terkadang sederhana. Tapi anehnya, hal tersebut tidak segera dilakukan. Banyak hal yang menjadi penyebab, ada yang karena kurangnya perhatian dari atasan ke bawahan, ada yang karena tidak peduli, ada yang karena tidak memberi nilai apa-apa buat orang tersebut, dan ada juga karena organisasi tersebut cenderung saling melemparkan tanggungjawab. Di organisasi yang menerapkan lean, semangat perbaikan terus di galakkan dan di kampanyekan. Sekecil apapun improvement yang dilakukan oleh shopfloor, hal ini akan diberikan penghargaan baik berupa recognition atau reward walaupun nilainya tidak selalu harus besar. Tapi reward dan recognition inilah sebagai pembeda antara karyawan yang ‘bekerja benar’ dan yang tidak (performance based). Jadi akan selalu ada pembeda dan ini akan merangsang setiap orang melakukan perbaikan. Terus bagaimana kalau persoalan tersebut komplex dan membutuhkan banyak kepala untuk memecahkannya? Lean memfasilitasi hal ini dengan istilah Small Group Activity. SGA ini dibentuk oleh orang-orang di shopfloor yang mengalokasikan waktunya satu jam dalam satu minggu khusus untuk duduk bareng berdiskusi melakukan brainstorming pemecahan masalah. Dipimpin oleh grup leader untuk memfasilitasi dan jika dibutuhkan menggunakan bantuan yang sifatnya lintas department jika masalahnya cross functional. Hasil dari SGA ini bisa dipertanggungjawabkan karena menggunakan ukuran key performance indikator yang jelas, sehingga bisa menilai apakah hasil perbaikannya efektif dalam mengatasi masalah dan segala macam perbaikannya bisa dihitung benefitnya buat perusahaan.

Yang ketiga adalah budaya autoquality. Disini semboyan quality adalah tanggungjawab semua karyawan benar-benar dipegang teguh. Setiap orang operator yang berhadapan langsung dengan proses berkewajiban menghentikan proses produksi jika menemukan ada masalah dalam hal kualitas. Hal ini karena atasannya (foreman atau supervisor) akan datang langsung ke lapangan jika masalah tersebut terjadi. Atasan memegang prinsip untuk bersedia membantu, berusaha memecahkan masalah di level ini, tapi kalau ternyata tidak bisa maka akan dilakukan eskalasi masalah ke manager. Dengan mekanisme seperti ini maka masalah quality sekecil apapun akan terlihat dan diusahakan untuk perbaikannya. Tindakan autoquality ini akan mencegah kerugian yang lebih jauh, dimana jika operator tidak peduli maka produk bermasalah akan terus dilewatkan ke proses selanjutnya sehingga saat masalah kualitas ini diketahui maka kerugian sudah akan sangat besar. Prinsip dalam autoquality adalah semakin defect di deteksi di proses berikutnya maka kerugian yang ditimbulkan akan berlipat sepuluh kali kerugiannya. Baik dari segi biaya produksi, waktu, manpower, dan sebagainya. Semakin dini masalah dideteksi dan dicegah maka kerugian yang timbul bisa sangat berkurang.

Yang keempat adalah budaya kekeluargaan. Lean mengajarkan setiap pemimpin untuk sering turun ke lapangan, berdiskusi dengan bawahan, melihat kenyataan di lapangan. Hal ini membangun kedekatan dan memecah sekat antar level. Sangat memungkinkan untuk seorang direktur langsung turun ke lapangan dan melihat langsung keadaan dilapangan. Melihat hasil scoreboard yang dipasang di produksi dan melakukan signoff. Hal ini mungkin tampak sederhana, tetapi betapa besar dampaknya buat operator, karena secara psikologis hal ini menunjukkan perhatian yang luar biasa dari atasan tertinggi. Komunikasi dalam kelompok juga terus dibina dengan diskusi rutin setiap harinya (komunikasi antar shift). Hal ini akan membangun kekompakan dalam team dan kerjasama yang baik. Kedekatan dan keterbukaan seperti ini adalah hal yang sangat penting untuk menjalin komunikasi yang baik dan kelancaran proses. Semangat kekeluargaan benar-benar dijalankan seperti orangtua dan anak. Sebagai atasan memberikan arahan untuk bawahan dan membantu bawahan untuk mengatasi masalah dan membekalinya dengan pengetahuan dan skill yang dibutuhkan. Situasi seperti ini akan sangat kondusif sehingga kegiatan operational sehari-hari akan terasa sangat nyaman dan bersemangat.

Disamping perubahan budaya diatas, masih banyak sekali tools dalam lean yang sangat berperan untuk meningkatkan effisiensi dan produktifitas organisasi. Karena lean juga menyentuh effisiensi di semua lini, optimasi jumlah manpower, operator yang multiskill, operator yang berkompetensi merawat mesin, inventory yang lebih optimum, material yang mengalir, perataan beban kerja, penggunaan anti salah dalam proses produksi, dan segala macam perbaikan di berbagai aspek lainnya.

Bagaimana memulainya?

Lean adalah perjalanan panjang yang tidak dicapai dalam waktu semalam. Dibutuhkan perencanaan yang matang untuk mengimplementasikan. Untuk memulai perjalanan tersebut dibutuhkan seorang yang sudah berpengalaman (istilahnya Change Agent), tahu apa yang harus dilakukan, memiliki strategy perencanaan untuk implementasi yang jelas, mampu merencanakan implementasi lean berdasarkan visi misi perusahaan dan kebutuhan bisnis perusahaan, perencanaan untuk alokasi resources, paham semua metoda dan tools dalam lean seperti 5S, visual management, non value add analysis, autonomous maintenance, small group activity, standard work, autonomous maintenance, SMED, pokayoke, value stream mapping, jidoka, heijunka, just in time, mizu shumazi, kanban system, multiskill matrix, etc. Selain paham toolsnya juga mampu melakukan workshop yang melibatkan karyawan di shopfloor sehingga penanaman pola pikir diikuti langsung dengan tindakan perubahan di lapangan. Pengalaman dibutuhkan sehingga apa yang diterapkan adalah hal yang benar dan menuju ke arah yang benar.

Apakah organisasi anda siap mengimplementasikan Lean?

Business Process Improvement to face global crisis

During today global economic crisis, top leaders and policy maker in all organization was trying hard to define strategy so that company profit will not decrease due to sales is going down because of slow in demand. In view of profit as a function of sales against operating cost, can improved in two ways, first by increasing total sales, and second by reducing operational cost. Operational cost itself as a function of all spending cost such as raw material cost, manpower cost, overhead cost, utility cost, space rent cost, and everything else can be reduce if we can make our business process become more efficient.

In todays situation, where average sales is start to decrease, operating cost reduction strategy become a must, to help organization increasing profit. Managers as cost control in each departments work together with senior manager to create work structure to reduce cost continuously. Using this approach, senior manager will publish that cost reduction program will be the organization main agenda, not just additional element in business process operation. Subsequently, this cost reduction program will be targeted as core competency of the organization against tight global competition in similar mainstream.

This cost reduction program will work effectively if top management and all department managers call for this program as organization culture by cultivating and raise campaign starting from top managers and spread awareness to all levels employee up to shopfloor. By defining it as organization culture to continuously making process as efficient as possible, it will be importance to instill this cost reduction culture for all employee. Make them aware of current situation burning platform and understand that if this program is not executed, will jeopardize organization future business. The campaign will soon motivates employee to support this program and make it successful. Improvement itself requires changes, to make changes it is required to involve all employee at the very beginning. As day to day work will trap us in business as usual, and they’ll become reluctant and resist to make any process changes. Hence, good change management is required to drive this efficiency program. Statiscally, organization who succeed in implementing cost reduction culture will gain 50% increase in annual profit from this program. A number worth to struggling for by top management and all levels of employee.

We can always see economic crisis in two view, calling it as disaster and make the situation become even worse or calling it as opportunity for improvement and make it as positive trigger to apply cost reduction culture. As organization top leader experiencing this burning platform there will be no choice to jump or fried. When this situation is communicated to employee, they will understand that this program need to be executed as soon as possible. This economic crisis is the right timing to change mindset of every employee to really taking care of cost control.

Statiscally, the very first and most frequent steps taken by organization to implement cost reduction program are:

Eliminating waste (all non value added stuff)
Implementing best practice (all effectively proven improvement stuff)

Eliminating waste and implementing best practice are two easiest steps to be applied by organization and doesn’t required highly sophisticated technology and big investment. These two things can be easily implemented and savings can be acquired in months.

While top management supporting program for continuous cost reduction by eliminating waste and implementing best practice, all managers shall continuously communicating this program and reminding his subordinate and giving direction to improve organization profit. What managers shall do is to equip their employee with tools for problem solvings. Do not let this continuous improvement mindset can not be executed just because they do not know what improvement methodology and problem solving tools that needed to performed the improvement project.

Nowadays, most of companies has adopt Lean Six Sigma as improvement methodology for continuous cost reduction. There a countless organization which had enjoy the fruit of of implementing Lean Six Sigma to run cost reduction program. Lean Six Sigma is improvement method which using many improvement tools such as Design of Experiment, Waste identification, Value Stream Mapping, Four step rapid setup, Process Balancing, Statistical Process Control, Mistake proofing, Root cause analysis, Hypothesis Test, Logistic Regression, and many other powerful tools.

Lean Six Sigma improvement methodology has been proven in many type of industry such as manufacture, telecommunication, banking, hotel, mining, oil and gas, electronics, packaging, semiconductors, moulding, and many others. Famous companies such as General Electrics, Toyota, Dell, American Express, Chevron, ALCAN, Vodafone, and many others as improvement method in implementing cost reduction culture in organization and proven success.

Lean Six Sigma itself is a combination of two amazing improvement method namely Lean Enterprise and Six Sigma. Lean Enterprise was adopted from Toyota Production System which is proven to increase his organization profit exceeds many automotive industries such as General Motors and Ford. Lean Enterprise Method succeed to bring Toyota become the most efficient automotive industry in the world. Toyota become number one automotive industry in terms of sales and profit. While Six Sigma method which is introduced first time by Motorola, it achieve the biggest success while implemented in GE in the hand of world best CEO of the century namely Jack Welch. He managed to increase GE market value from $14billion to be $410billion during his leadership and make GE one of the giant industry in the earth.

Lean Six Sigma employ DMAIC roadmap (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) in implementing process improvement. This method ensure that target cost reduction has been identified since beginning of the project and known to sponsor and management. This projects will get full support from top management to provide resources, removing roadblocks, and ensure that project is executed on schedule and meeting cost reduction target.

Generally, Lean Six Sigma deployment in organization begins with initial study to identify Voice of Customer (VOC) and convert it to Critical to Quality (CTQ). CTQ are all quality characteristics required by customer and can be quantified. Second steps is defining which projects will be considered as top priority and will be executed. The senior management will select who will lead the project. In Lean Six Sigma there are terms Champion, GreenBelt, and BlackBelt. Champions are Senior Management who communicate vision and mission of Lean Six Sigma to organization, selecting top priority improvement project, assign project leader to execute the projects. BlackBelt are fulltime Lean Six Sigma project leader who equipped with LSS training and many problem solving tools to accomplish the improvement projects. While GreenBelt has less tools and working as project leader part time. Greenbelt will still doing his daily job. The next step is to improve awareness for champion to understand the importance of business process improvement and ensure that management fully support this initiavites. Champions shall allocates required resources to perform cost reduction project and giving reward for the team who successfully making cost savings. The fourth steps is equipping project leader (Blackbelt and Greenbelt) with Lean Six Sigma training. Here the trainee will be equipped with problem solving tools to execute the project, such that the project can run smoothly and successful. While project is running, project monitoring is performed by champion and sponsor during DMAIC gate review. The purpose is to ensure that project is working right on track, and discussing barriers found during project. When project is completed and sustained, then sponsor will look the business impact of the project. Duplicating best practice of the project, giving reward to the successful team, and selecting next top priorities projects to be executed. Tracking system is required to be made to calculate the dollar savings gained by the projects. This will be continuous program, so that year to year the accumulated cost savings will be a great numbers.

These will be key success from continuous cost reduction program which can be adopted by organization as culture, and eventually will increase organization profitability and maintain business continuity. Organization will become more and more efficient and more and more profitable. Top leaders will realize how big is the value creation achieved by this projects from year to year. The impact will not only for organization but there are reward system which can motivate the employee to accomplish a project, and increase their skills. How about your organization?

By: Riyantono (Business Process Improvement Consultant)

Boost employee morale: creating ownership of area

In many organization and industries, we always heard top manager complaining about shopfloor employee that lack of ownership of their area and responsibility. This will lead to bad operational performance result which eventually add up to bad organization operation performance. Shopfloor operation is frontliner of organization performance, if shopfloor has tremendous ownership and strong performance it will lead to overall organization key performance indicators. Edward Deming, the Quality guru once said
“The worker is not the problem. The problem is at the top Management!” Meaning that leadership of top management is really required to drive this initiative, so that the worker will follow according to the rule which is set together and team can work according to the agreement.

It is paramount concept to engage ownership and instill in every employee shopfloor so that we can gain efficiency to upmost level. Ownership will also act as morale booster for employee in their work. There are 3 pillars of motivation for shopfloor employee:
Ownership of work area
Ownership of work result (responsibility)
Ownership of work improvement

These three pillars will increase their working motivation as every individual will do their best to show their area and their work result. This motivation will also energize their daily routine work and keep their work spirit.

Ownership of work area
The way to build ownership of work area is to make their work area comfortable. There area few elements to achieve this:
Safety
Organized workplace
Minimum inventory
Efficient lay out
Equipment restoration

It is always begin with safety first. To have safe work environment, we must be able to identify all sources of potential hazard. Shopfloor are need to be trained and equipped with knowledge to be able to identify what will be the source of accident. This area need to identified, marked, and remove all the hazards. The principles are removing the hazard, if can not then the next option is substituting to lower risk, and last option are putting safety protection. The safe work environment will make employee work faster and more efficiently.

The next important element is to make organized workplace. There is well known Japanesse concept which really suitable for this, namely 5S. It is in Japanese word (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) or can be easily understood if converted in English term as Sorting, Set In Order, Shine, Standardize, and Sustain. 5S concept will really make work area more efficient, cleaner, safer, organized, and most importantly comfortable! The first step of Sorting will require employee to remove all of unuseful items in their work area such as: obsolete documents, material sample, evaluation material, and all items which is non-related to work. The great advantage of doing this very first step is to make work area more spacious, gain extra space in storage, and will free up area of non value added items. It will help to avoid buying additional storage such as cabinets, trays, etc.

The second important step is Set In Order, Hence, after all unused items removed and left only necessary items, then we make proper place of all these items. It also apply to toolings, documents, and equipments. Employee is enforced to keep their area always tidy by returning all items in correct place. The benefit of this are employee will be very efficient in finding all items which is needed, since all items are securely located in fixed storage area so that there is no waste of searching items. It seems small improvement, but actually if we realize that there are so many time wasted due to employee look for items, documents, materials, etc these are activities which is not non value added but organization is actually paying for their time! If we sum up in one year, you can imagine hours of non value added time wasted due to look for stuff. The third step called Shine. This are step to make all items in work area become clean from dust and dirts. The clean environment will definetily boost employee morale and keep their mind clean and healthy. It is very discouraging if an employee come in the morning to look at their work area is full of dirts, it will affecting their mood in the first place and in whole day, which would affect their performance.

The fourth step is standardize is to make the first three activities is keep rolling in consistency manner. We can make schedule to follow and make visual management so that abnormality become easily visible. The fifth and last step is Sustain. The idea is to make the whole steps running in discipline manner and become organization culture. Periodic audit can be used to sustain all the improvement. Competition among area will also help to stimulate improvement in workplace organization. Reward shall be addressed to best area in order to recognize this achievement. This 5S initiative is indeed win-win situation for both employee and employer. Employee gain benefit of safe work area, clean and organized environment, efficient area, and more importantly: higher motivation in doing their daily jobs, since employee spend most of life in work. While employer will gain benefit higher productivity of their employee. This is what called employee ownership of area, they will understand their responsibility to make their area as efficient as possible and as comfortable as possible. Employee is encouraged to keep make improvement to their area and bring it to highest standard. In factory we call it visual factory while in office we call it visual office. In this stage, everyone in the area will easily spot if there is abnormality in process. Is your organization ready to implement this?
(By: Riyantono SSCX)

Team Effectiveness: Tips and Trik

Dalam membentuk team yang ditugaskan khusus untuk menyelesaikan sebuah project, dijumpai banyak sekali kendala dalam mencapai sinergi. Hal ini mengingat team tersebut terdiri dari berbagai individu yang memiliki karakter berbeda, latar belakang pengetahuan berbeda, department kerja yang berbeda, serta kepentingan yang berbeda. Sebagai seorang pemimpin team project, perlu sekali memahami bagaimana untuk membentuk team yang efektif, kuat dalam bekerjasama, dan mampu menyelesaikan project dengan cepat sesuai jadwal. Hal ini membutuhkan kemampuan softskill dari pemimpin team untuk mampu mengarahkan teamnya untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Jika hal-hal ini dikesampingkan maka akan ada resiko project tidak berjalan lancar dan mengalami penundaan penyelesaian.

Berikut beberapa tips untuk membentuk team yang efektif:

1. Memilih anggota team
Terbentuknya team diharapkan untuk mencapai sinergi satu sama lain. Jika ada diantara diantara anggota yang memiliki pengalaman yang buruk dengan anggota team lainnya, maka ini harus diselesaikan di awal sebelum team dibentuk. Hal ini karena team akan berisiko untuk terjadi konflik antar anggota tersebut dan menjadi kontra produktif. Kalau ada team yang memiliki pengalaman yang baik dengan anggota team lainnya, maka hal ini akan menjadi efek sinergi yang sangat bagus. Disini anggota sudah sangat mempercayai anggota lain sehingga dapat saling mengandalkan. Pengalaman baik seperti ini akan sangat membantu dalam eksekusi pelaksanaan project yang bersifat paralel dan juga dalam team brainstorming.

2. Mengenali karakter anggota team
Setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Adalah tidak bijaksana jika kita meminta seseorang yang memiliki sifat super outgoing untuk dibebankan tugas untuk menjadi penganalisa data atau merecord ratusan data yang membutuhkan ketelitian tinggi. Karena hal ini akan mengakibatkan frustasi pada individu tersebut, tapi tunjuklah orang yang memang teliti di bidang ini. Atau bahkan sebaliknya seseorang yang sebenarnya pandai dalam hal menciptakan ide-ide solusi kreatif akan menjadi kontra produktif jika ditunjuk sebagai seorang eksekutor. Disini seorang pemimpin team harus jeli untuk melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing anggota teamnya. Meredith Belbin, seorang yang ahli dalam mempelajari karakter team berpendapat bahwa ‘tidak ada orang yang sempurna, setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing’ tapi sebuah team bisa menjadi sempurna karena terdiri atas berbagai karakter orang yang berbeda dan menyatukan berbagai macam kelebihan sehingga saling melengkapi dan menutupi kekurangan masing-masing. Menurut Belbin, karakter individu dalam team dibagi dalam 9 tipe yaitu Plant, Monitor Evaluator, Specialist, Shaper, Implementer, Finisher, Team Worker, Resource Investigator, and Coordinator. Setiap tipe adalah kecenderungan peran alami yang disenangi oleh setiap individu dalam sebuah team. Dengan mengenali tipe karakter tiap individu maka seorang pemimpin team dapat menunjuk orang yang tepat dalam melaksanakan tugas tertentu. Misalkan menunjuk tugas untuk analisa data kepada orang bertipe Monitor Evaluator, menunjuk tugas untuk follow up action pada Shaper, menunjuk tugas untuk menyelesaikan konflik kepada Team Worker, dsb.

3. Memberi arahan dan tujuan yang jelas
Seringkali dalam team terjadi kebingungan yang dikarenakan ketidakjelasan tujuan yang akan dicapai oleh team. Maka disini diperlukan komunikasi yang jelas dan efektif dari pemimpin team kepada anggota sehingga persepsi akan tujuan menjadi jelas untuk semua. Adalah penting untuk memecah tujuan dalam beberapa milestone sehingga keseluruhan project bisa terpantau. Team pun akan menyadari pencapaian-pencapaian dalam keseluruhan perjalanan project.

4. Membuat perencanaan yang baik
Jika anda gagal merencanakan maka anda berencana untuk gagal. Ungkapan ini terdengar sederhana tetapi sangat penting. Tanpa perencanaan yang baik mengenai deliverables tiap-tiap tugas maka project akan melewati jadwal. Demikian pula mengenai rencana anggaran, rencana resources yang diperlukan, dan target waktu. Disini pemimpin team perlu memahami mengenai project management.

5. Membangun komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif diawali dengan kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik. Seringkali sebuah diskusi dengan anggota team tidak jalan karena masing-masing pihak hanya tertarik untuk mendengar apa yang baik buat dia dan tidak menghargai pendapat orang lain. Hal ini akan berpotensi konflik dalam team yang mengakibatkan kegagalan. Perlu diingat bahwa setiap orang bisa memiliki pendapat yang berbeda. Dengarkan dulu, kemudian serap seluruh informasinya sebelum mengambil kesimpulan dan mengusulkan sesuatu. Komunikasi yang efektif juga perlu memperhatikan perencanaan seperti target audience, apa pesan yang akan disampaikan, apa tujuan komunikasinya, dan melalui media apa. Komunikasi yang baik akan membantu menjaga kerjasama team, saling menghargai antar anggota, dan meningkatkan partisipasi anggota team.

6. Peluncuran team
Peluncuran team (kick off) sangat penting karena bertujuan untuk mendapatkan komitmen dari top manajemen, mendapatkan dukungan dari semua pihak, memperlihatkan keseriusan dari anggota team, dan semua sepakat akan tujuan yang akan dicapai serta teameline dari project. Peluncuran team yang baik akan meningkatkan kepercayaan diri serta performance dari team dalam menyelesaikan project, dan team paham jika terjadi kendala saat melaksanakan project, maka akan ada dukungan dari top manajemen yang siap membantu dalam mengatasi masalah tersebut. Mindset dari team juga akan fokus saat menyadari bahwa top manajemen melihat bahwa project yang dikerjakan menjadi prioritas dan sangat penting buat perusahaan.

Memahami Pelanggan: langkah awal process improvement

Banyak sumber informasi yang dapat membantu kita menentukan dimana produk, proses, dan area yang membutuhkan perbaikan serta seberapa jauh perbaikan tersebut akan dilakukan. Apakah menaikkan on time delivery performance dari 90% ke 95% akan memuaskan pelanggan kita? Ataukah kita harus berupaya meningkatkannya menjadi 99%?

Apakah meningkatkan konsistensi volume dari sabun cair dari 100 ml ± 10 ml akan memuaskan pelanggan kita? Ataukah kita harus membuatnya seakurat 100 ml ± 1 ml?

Seluruh pertanyaan tersebut sebagian dapat dijawab secara akurat oleh perusahaan tetapi sebagian dijawab berdasarkan intuisi dari tim di perusahaan. Apakah hal tersebut salah? Tidak. Tetapi untuk jika kepuasan pelanggan adalah sesuatu yang sangat krusial di industri anda, maka mengetahui langsung dari sumbernya yaitu PELANGGAN itu sendiri adalah titik permulaan yang benar.

Langkah untuk melakukan hal ini adalah:
1. Anda harus mengetahui siapa pelanggan Anda
Ya, terdengar sederhana, tetapi banyak perusahaan yang kami temui gagal untuk secara tegas memiliki kesamaam persepsi siapa sebenarnya pelanggan mereka. Secara horizontal, pelanggan dapat lebih dari satu, apakah dealer, apakah sub-dealer, apakah retailer, apakah customer, dan apakah consumer? Masing-masing akan memiliki perbedaan ekspektasi. Secara vertikal, pertimbangkan apakah Anda perlu melakukan segmentasi. Tidak semua pelanggan harus diperlakukan sama, dan tentu saja hal ini dikarenakan ekspektasi tiap segmen bisa dan akan berbeda.

2. Identifikasi voice of customer.
Setelah Anda mengetahui secara horizontal dan vertikal siapa prioritas utama dari pelanggan Anda, maka Anda harus dapat mengidentifikasi voice of customers. Anda dapat melakukan tidak hanya lewat wawancara langsung, tetapi juga dapat berupa media kuesioner, focus group, observasi. Cara lain dapat berupa juga informasi seperti hasil benchmark, industry-expert, secondary data, data keluhan pelanggan, bahkan informasi dari customer service representative anda. Lakukan klarifikasi untuk setiap voice of customer, karena VOC dapat sangat tidak jelas misalnya ‘coffee shop ini tidak nyaman’, yang sebenarnya berarti ‘proses pemesanan kopi terlalu lama’.
Ingatlah juga bahwa Anda harus mampu membedakan mana yang merupakan basic requirement dan mana yang hanya fitur. Basic requirement harus dipenuhi, fitur bersifat opsional. Hal ini kembali pada kemampuan dan strategi bisnis Anda.

3. Terjemahkan VOC menjadi requirement
Ini elemen yang juga penting, bagaimana kita menerjemahkan VOC yang umumnya tidak terukur, menjadi sesuatu yang jelas dan terukur. Misalnya untuk proses pemesanan kopi terlalu lama, kita harus bisa mengetahui dari pelanggan (ataupun sumber informasi lain yg relevan dan valid), BERAPA LAMA dalam ukuran menit proses pemesanan kopi yang akan membuat mereka puas. Apakah 5 menit? Ataukah tidak menunggu sama sekali?

4. Validasi customer requirement dengan business requirement
Semuanya kembali lagi pada organisasi Anda, apakah Anda akan mencoba untuk exceed semua ekspektasi pelanggan? Apakah Anda harus concern dengan biaya yang akan timbul dengan mencoba memenuhi seluruhnya? Anda tentu saja dapat mempercepat proses pemesanan kopi yang 10 menit menjadi 5 menit, tetapi misalnya Anda harus melakukan investasi pada alat baru atau kompetensi staf yang lebih tinggi atau sistem penyajian baru dan sebagainya. Anda harus dapat menemukan keseimbangan antara business requirement Anda dan customer requirement Anda. Business requirements umumnya muncul dari strategi dan capability perusahaan.

Dengan melakukan 4 hal di atas, Anda akan dapat menentukan APA yang harus anda improve dan SEBERAPA JAUH anda harus melakukan improvement tersebut, dimana hal tersebut akan well aligned between customer requirements dan business requirements. Process Improvement yang benar adalah jika hal ini dapat memuaskan pelanggan dan business Anda.

Make your organization more efficient and profitable

Many organizations do not realize whether they are already running in efficient mode or inefficient mode. Some was thinking that their business process is already efficient, although it is not true. Many managers think that they have been running the business the way it is for many years, and they were seeing no reason for changes. They believe this because their business has survived for many ages until now. This kind of idea will halt implementation of any improvement methodology, and will endanger organization in the future as they need to be more competitive.

Statistically, major resistance in implementing an improvement program is dealt with reluctant from employee rather than technical aspects. Hence the top management support and commitment is the key to successful implementation of any improvement program.

Lean strategy has been originally derived from Toyota Production System. This strategy has promoted many organizations to achieve most efficient process by eliminating all non value add activities. It applies in small scale organization up to giant industry. In lean principles, organization are pushed to strive to eliminating eight deadly waste namely transportation, inventory, motion, waiting, overproduction, overprocess, defect/rework, and non utilize employee. All of this waste will only give burden to your process but not adding value to your product or service. Your end customer is not willing to pay for all of these, instead will add organization operational costs. As operational cost increase, it will impact to organization profitability. If the profitability decreases, the product or service offered will not be competitive.

Lean is most adopted strategy originated from automotives and then later implemented in various industries such as manufacturing, transactional, transportation, sales, and many more. Key lean principles are:
Define value from perspective of end customer
Identify value streams
Flow
Pull
Strive to perfection

Value is determined by end customer. It is what customer willing to pay for. We should evaluate all process and identify whether the process is value added. There are many process which is considered as non value add activities, they take time, space, and resources but giving no value add to the product or service. Examples of this activity are rework, scrap product, setup time, document waiting, searching for tooling or document, machine downtime, material transportation, approval bureaucracy, and others. Typically there are many activities will fall to this non value add categories, they will make process not efficient and add more cost to product or service.

The method to implement lean strategies begins with top management commitment. Plan and preparation is required to create team to work on continuous improvement at selected area. Next, after the value is well defined, all wasteful step is need to be eliminated or reduced. The idea of flow is to make steps from raw material to finished good can flow continuously without material waiting (work in progress between process) by implementing one piece flow or batch size reduction. This will reduce overall leadtime dramatically. Pull is philosophy is to draw material from end process based on customer consumption instead of traditional push systems which push or introduce material from first process step to subsequent process and have risk of being overproduction and material waiting. And it will surely prolong the manufacturing leadtime or service leadtime. Strive for perfection is continuous improvement instill in every employee heart to make process even simpler, preventing mistake, and make process more efficient.

The fundamental of lean principles is making organized workplace by implementing 5S. The purpose is to make workplace area more efficient by eliminating searching, unnecessary transportation, error, defects, and other waste. Visual control at this level will help everyone can instantly spot if there is abnormality happens in the process. Such that the corrective action can be instantly taken. Visual management is implemented through glass wall whereas all key performance indicator and improvement project is displayed in production boards to make target become clear to everyone up to shopfloor level.

Others lean tools such as single minute exchange die, total productive maintenance, replenish pull system, mistake proofing, level loading, batch size reduction, are designed in such a way will help process to be as efficient as possible and make process faster, create better quality product, and produced at lower cost.

Lean can achieve tremendous success if all employee support this program and realize the benefit. Managers also required motivating and guiding the team to accomplish improvement. Program can begins with Kaizen Blitz (Quick Improvement) where team are selected and isolated from their regular job to be trained and executed improvement directly on production line during 5 days under guidance from Lean Champion. While Kaizen Event is scoped by top manager assigned to Kaizen team to identify waste in that particular area and make all necessary improvement.

All in all, lean principles can be applied to any organizations and create abundant cost reduction and make business process more efficient. Ultimate purpose of lean is to build improvement culture in every employee so that the company can gain competitive advantage. This will help organization to be more profitable and use it for business growth. Have your organization implementing lean?


By: RIYANTONO (BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT CONSULTANT)

Strategy Cost Reduction untuk Menghadapi Krisis Ekonomi Global

Dimasa krisis ekonomi global ini para puncak pimpinan dan pemegang kebijakan di semua perusahaan harus berpikir keras untuk mencari strategy supaya profit perusahaan tidak menurun karena tingkat penjualan menurun yang diakibatkan merosotnya permintaan pasar. Profit sebagai fungsi dari jumlah sales dikurangi operational cost, dapat meningkat dengan dua cara, pertama adalah dengan meningkatkan jumlah sales, sedangkan yang kedua adalah dengan menurunkan operational cost. Operational cost sendiri merupakan fungsi dari semua spending cost seperti cost bahan baku, manpower cost, overhead cost, utility cost, space rent cost, dan sebagainya.

Pada kondisi sekarang, dimana rata-rata angka penjualan mulai menurun, maka strategi cost reduction untuk operational cost menjadi sebuah langkah yang wajib dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan dan meningkatkan profit perusahaan. Para manager sebagai pengendali cost di masing-masing department bekerja sama dengan senior manager untuk membuat kerangka kerja menurunkan cost secara terus-menerus. Dengan pendekatan seperti ini, senior manager akan mempublikasikan bahwa program cost reduction secara terus-menerus ini sebagai program utama, bukan hanya sekedar elemen penambah dari business process operation. Lebih lanjut, program cost reduction ini ditargetkan menjadi sebuah core competency dari perusahaan tersebut dibandingkan perusahaan competitor lainnya.

Program cost reduction ini akan berjalan dengan lancar jika senior manager bekerjasama dengan semua manager department menjadikan program ini sebagai budaya perusahaan dengan terus-menerus mengkampanyekan program mulai dari para manager sampai awareness di semua level karyawan. Dengan perubahan budaya perusahaan untuk melakukan cost reduction secara terus-menerus, maka akan sangat penting menanamkan arti dari pentingnya cost reduction ini bagi semua karyawan, membuat mereka paham apa yang akan terjadi jika program ini tidak dilakukan, dan bagaimana karyawan bisa membantu program ini supaya berhasil. Hal ini karena cost reduction adalah suatu program perubahan dan perubahaan membutuhkan dukungan penuh dari semua karyawan untuk memahami arti pentingnya perubahan untuk mencapai perbaikan. Secara data statistic, perusahaan yang berhasil menerapkan perubahan budaya cost reduction akan mendapat kenaikan profit sebesar 50% dari profit tahunan dari program cost reduction secara terus-menerus. Sebuah angka yang layak diperjuangkan dengan kerja keras dan kerjasama semua karyawan.

Situasi krisis ekonomi global ini justru bisa menjadi pemicu positive untuk menerapkan budaya cost reduction. Karena para pemimpin perusahaan langsung merasakan adanya burning platform yaitu pentingnya arti program ini untuk kelangsungan perusahaan. Dan saat dikomunikasikan ke karyawan, mereka juga langsung memahami apa yang terjadi jika program ini tidak segera dijalankan. Situasi krisis seperti inilah sebagai saat yang tepat untuk merubah mindset seseorang untuk dari yang sebelumnya kurang disiplin dalam mengendalikan cost dan sekarang justru berubah menjadikan cost reduction sebagai budaya dari perusahaan tersebut.

Secara data statistic, hal yang paling sering dan yang paling pertama di lakukan oleh perusahaan untuk menerapkan program cost reduction adalah dengan:

Menghilangkan waste (semua hal yang tidak memberi nilai tambah)
Mengimplementasikan best practice (hal yang sudah terbukti efektif)

Menghilangkan waste dan mengimplementasikan best practice adalah dua hal yang paling mudah untuk diterapkan oleh perusahaan dan membutuhkan perubahan yang tidak membutuhkan teknologi tinggi. Dua hal ini dapat dicapai dengan cepat dan keuntungan bisa langsung diperoleh dalam hitungan bulan.

Setelah top management mensupport program untuk cost reduction terus-menerus dengan cara menghilangkan waste dan mengimplementasikan best practice, yang perlu terus-menerus dikomunikasikan oleh para manager adalah situasi darurat akan pentingnya cost reduction dan arahan dari program cost reduction ini untuk memacu pertumbuhan perusahaan. Dan yang harus dilakukan oleh para manajer ini adalah membekali karyawan mereka dengan sebuah metode perbaikan untuk cost reduction terus-menerus. Jangan sampai mindset cost reduction yang sudah tertanam tidak bisa dijalankan hanya karena mereka tidak tahu metode dan alat bantu apa yang diperlukan untuk melaksanakan program tersebut.

Sekarang ini perusahaan-perusahaan besar telah banyak mengadopsi Lean Six Sigma sebagai metoda untuk cost reduction terus-menerus. Sudah tidak terhitung begitu banyaknya perusahaan-perusahaan yang merasakan “buah manis” dari penerapan Lean Six Sigma untuk menjalankan program cost reduction. Lean Six Sigma adalah suatu metode improvement yang menggunakan banyak sekali alat bantu seperti Design of Experiment, Waste identification, Value Stream Mapping, Uji hipotesa, Four step rapid setup, Heijunka, Statistical Process Control, Mistake proofing, Root cause analysis, dan alat bantu powerful lain yang tak terhitung jumlahnya.

Metode improvement Lean Six Sigma sudah terbukti berhasil di berbagai macam tipe industry seperti manufacture, telekomunikasi, banking, hotel, mining, oil and gas, electronics, packaging, semiconductors, moulding, dan lain sebagainya. Perusahaan-perusahaan ternama seperti General Electrics, Motorolla, Toyota, Dell, American Express, dan lainnya sebagai metode improvement dalam menerapkan budaya cost reduction di perusahaan mereka dan terbukti sukses.

Lean Six Sigma sendiri merupakan gabungan dari dua metode improvement yang sangat luar biasa yaitu Lean Enterprise dan Six Sigma Methodology. Lean Enterprise di adopsi dari Toyota Production System yang terbukti berhasil meningkatkan profitnya melebihi perusahaan-perusahaan otomotive yang sebelumnya lebih besar seperti General Motors dan Ford. Metoda Lean Enterprise berhasil membawa Toyota menjadi perusahaan otomotive nomor satu di dunia dalam hal tingkat penjualan otomotive dan jumlah profit. Sedangkan metode Six Sigma yang pertama kali dikenalkan oleh Motorolla, mencapai sukses terbesarnya saat di implementasikan oleh GE di tangan CEO terbaik abad ini yaitu Jack Welch yang berhasil meningkatkan nilai market GE dari $14billion menjadi $410billion dan menjadikan GE sebagai salah satu perusahaan terbesar di dunia.

Lean Six Sigma menggunakan methodology DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) dalam melakukan improvement. Metode ini menjamin bahwa target cost reduction sudah di identifikasi sejak awal project dan di ketahui oleh pihak sponsor dari manajemen sehingga project Lean Six Sigma akan mendapat dukungan penuh dari top manajemen untuk menjamin keberhasilan project selesai tepat waktu dan mendapatkan cost reduction sesuai target.

Secara umum, deployment (implementasi) dari Lean Six Sigma di sebuah perusahaan dimulai dengan studi awal untuk mengidentifikasi Voice of Customer (Suara Pelanggan) dan merubahnya menjadi Critical to Quality (CTQ). CTQ adalah semua karakteristik kualitas yang diinginkan oleh pelanggan dan bisa dikuantifikasi (menjadi spesifikasi). Tahap kedua adalah menentukan project apa saja yang akan di eksekusi dan memilih calon Green Belt sebagai pelaksana project. Tahap berikutnya adalah meningkatkan awareness di pihak sponsor dan champion untuk memahami pentingnya business process improvement dan memastikan bahwa top manajemen akan mendukung sepenuhnya program ini dengan mengalokasikan resources yang dibutuhkan untuk menjalankan project dan memberi reward untuk team yang berhasil menyelesaikan project dan menghasilkan cost reduction. Tahap keempat adalah pembekalan pelaksana project dengan training Lean Six Sigma, disini para peserta di persenjatai dengan tools-tools (alat bantu) improvement untuk mengerjakan project, sehingga saat mereka mengeksekusi project bisa berjalan lancar dan berhasil. Selama project dijalankan, monitoring dilakukan champion dan sponsor saat gate review DMAIC. Tujuannya untuk memastikan project berjalan lancar sesuai schedule, dan mengatasi hambatan-hambatan saat melaksanakan project. Jika project sudah selesai, maka pihak sponsor akan melihat hasil secara financial dari project tersebut, menduplikasikan best practice dari project tersebut ke area lainnya, memberi reward kepada team pelaksana project, dan mengidentifikasi project berikutnya. Tracking system perlu dibuat untuk memastikan berapa jumlah uang yang berhasil diperoleh dengan project improvement tersebut dan bisa dihitung nilai keseluruhan selama satu tahun. Hal ini akan menjadi program berkelanjutan, sehingga dari tahun ke tahun besar cost reduction akan terakumulasi menjadi nilai yang luar biasa besar.

Hal inilah kunci sukses dari program cost reduction terus-menerus yang bisa diadopsi suatu perusahaan sebagai budaya, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan profit perusahaan dan menjaga kelangsungan business perusahaan sehingga dari waktu ke waktu perusahaan tersebut akan semakin efektif dan effisien. Para pemimpin perusahaan akan menyadari betapa besar value creation yang didapatkan dari project dari tahun ke tahun. Dampaknya bukan hanya dirasakan pihak perusahaan tetapi juga ada system reward yang akan menjadi pemacu bagi pihak karyawan untuk menyelesaikan project. Bagaimana dengan perusahaan anda?

Oleh: Riyantono (Business Process Improvement Consultant)