Banyak sumber informasi yang dapat membantu kita menentukan dimana produk, proses, dan area yang membutuhkan perbaikan serta seberapa jauh perbaikan tersebut akan dilakukan. Apakah menaikkan on time delivery performance dari 90% ke 95% akan memuaskan pelanggan kita? Ataukah kita harus berupaya meningkatkannya menjadi 99%?
Apakah meningkatkan konsistensi volume dari sabun cair dari 100 ml ± 10 ml akan memuaskan pelanggan kita? Ataukah kita harus membuatnya seakurat 100 ml ± 1 ml?
Seluruh pertanyaan tersebut sebagian dapat dijawab secara akurat oleh perusahaan tetapi sebagian dijawab berdasarkan intuisi dari tim di perusahaan. Apakah hal tersebut salah? Tidak. Tetapi untuk jika kepuasan pelanggan adalah sesuatu yang sangat krusial di industri anda, maka mengetahui langsung dari sumbernya yaitu PELANGGAN itu sendiri adalah titik permulaan yang benar.
Langkah untuk melakukan hal ini adalah:
1. Anda harus mengetahui siapa pelanggan Anda
Ya, terdengar sederhana, tetapi banyak perusahaan yang kami temui gagal untuk secara tegas memiliki kesamaam persepsi siapa sebenarnya pelanggan mereka. Secara horizontal, pelanggan dapat lebih dari satu, apakah dealer, apakah sub-dealer, apakah retailer, apakah customer, dan apakah consumer? Masing-masing akan memiliki perbedaan ekspektasi. Secara vertikal, pertimbangkan apakah Anda perlu melakukan segmentasi. Tidak semua pelanggan harus diperlakukan sama, dan tentu saja hal ini dikarenakan ekspektasi tiap segmen bisa dan akan berbeda.
2. Identifikasi voice of customer.
Setelah Anda mengetahui secara horizontal dan vertikal siapa prioritas utama dari pelanggan Anda, maka Anda harus dapat mengidentifikasi voice of customers. Anda dapat melakukan tidak hanya lewat wawancara langsung, tetapi juga dapat berupa media kuesioner, focus group, observasi. Cara lain dapat berupa juga informasi seperti hasil benchmark, industry-expert, secondary data, data keluhan pelanggan, bahkan informasi dari customer service representative anda. Lakukan klarifikasi untuk setiap voice of customer, karena VOC dapat sangat tidak jelas misalnya ‘coffee shop ini tidak nyaman’, yang sebenarnya berarti ‘proses pemesanan kopi terlalu lama’.
Ingatlah juga bahwa Anda harus mampu membedakan mana yang merupakan basic requirement dan mana yang hanya fitur. Basic requirement harus dipenuhi, fitur bersifat opsional. Hal ini kembali pada kemampuan dan strategi bisnis Anda.
3. Terjemahkan VOC menjadi requirement
Ini elemen yang juga penting, bagaimana kita menerjemahkan VOC yang umumnya tidak terukur, menjadi sesuatu yang jelas dan terukur. Misalnya untuk proses pemesanan kopi terlalu lama, kita harus bisa mengetahui dari pelanggan (ataupun sumber informasi lain yg relevan dan valid), BERAPA LAMA dalam ukuran menit proses pemesanan kopi yang akan membuat mereka puas. Apakah 5 menit? Ataukah tidak menunggu sama sekali?
4. Validasi customer requirement dengan business requirement
Semuanya kembali lagi pada organisasi Anda, apakah Anda akan mencoba untuk exceed semua ekspektasi pelanggan? Apakah Anda harus concern dengan biaya yang akan timbul dengan mencoba memenuhi seluruhnya? Anda tentu saja dapat mempercepat proses pemesanan kopi yang 10 menit menjadi 5 menit, tetapi misalnya Anda harus melakukan investasi pada alat baru atau kompetensi staf yang lebih tinggi atau sistem penyajian baru dan sebagainya. Anda harus dapat menemukan keseimbangan antara business requirement Anda dan customer requirement Anda. Business requirements umumnya muncul dari strategi dan capability perusahaan.
Dengan melakukan 4 hal di atas, Anda akan dapat menentukan APA yang harus anda improve dan SEBERAPA JAUH anda harus melakukan improvement tersebut, dimana hal tersebut akan well aligned between customer requirements dan business requirements. Process Improvement yang benar adalah jika hal ini dapat memuaskan pelanggan dan business Anda.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar